Minggu, 06 Oktober 2013

Sejarah Pura Saraswati



LAPORAN PENELITIAN
“PURA SARASWATI”
di
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA MATARAM

Oleh
Nama               :Ni Luh Putu Juwita Dewi Novianti
NIM                : 111 111 09
Semester         : IIIA (pagi)
Jurusan         : Pendidikan Agama Hindu


KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA MATARAM 2012
SEJARAH PURA SARASWATI

Sejarah berdirinya pura Saraswati yang berdiri kokoh di areal kampus STAHN Gde Pudja Mataram saat ini, tidak dapat dipisahkan dari berdirinya PGAH Mataram (sebelum menjadi STAH). Adapun PGAH di negerikan pada tahun 1968 oleh bapak menteri agama pada saat itu. Dari sejak dinegerikan sampai pada tahun 1975 kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan berpindah-pindah, kadang-kadang di SDN 1 Mataram dan kadang di SMP 2 Mataram yang bertoleransi meminjamkan gedungnya. Tahun anggaran 1974/1975 PGAHN Mataram mendapat kucuran dana untuk memulai proyek pembangunan. Langkah awal yang diambil adalah membeli tanah dan dilanjutkan dengan membangun ruang kelas. Dan atas usaha dan kerja keras Dirjen Bimas Hindu-Budha yaitu bapak Gde Pudja maka pemilik tanah yang ada disekitar pura Pancaka rela melepas tanahnya untuk ganti rugi seharga Rp 31.000 are (Rp 310 per meter persegi) dengan janji bahwa pembelian tanah tersebut digunakan untuk kepentingan umat hindu. Dan diatas tanah tersebut dibangun gedung PGAH Negeri (sekarang menjadi STHN Gde Pudja Mataram), secara bertahap melalui proyek PGAH Mataram yang sampai saat ini masih tetap berdiri dengan utuh yang terdiri dari :
a.       Gedung/Ruang kelas
b.      Ruang Aula
c.       Rumah dinas Asrama
(pedoman pendidikan STAHN Gde Pudja Mataram, 2003:1)

Pada masa itu PGAHN Mataram sedang dalam masa kejayaannya. Sebagai sekolah yang berbasis agama tentu saja kebutuhan tempat suci untuk bersembahyang merupakan satu kebutuhan penting yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Kemudian muncullah ide untuk mendirikan sebuah padmasana yang berasal dari para siswa PGAH yang banyak, yaitu kelas 1 terdiri dari 5 kelas, kelas 2 terdiri dari 3 kelas, dan kelas terdiri dari 4 kelas. Dengan berdirinya padmasana tersebut maka siswa dan guru dapat melakukan persembahyangan secara bersama-sama. Tentu saja hal ini sangat mengharukan sekaligus membahagiakan bagi Bapak Gede Bajra Yasa B.A selaku kepala sekolah saat itu. Dengan bantuan sebesar Rp 12.500.000,- dari Bimas Hindu-Budha maka padmasana kemudian di rehab kembali dengan mendatangkan tukan (undagi) yang berpengalaman dari Gianyar tahun 2000. ( I Ketut Sukasana)
Setelah padmasana berdiri dan di ikuti oleh pelinggih-pelinggih yang lain serta sudah di buatkan tembok penyengker maka ada satu masalah lagi yang muncul. Masalah itu muncul karena pura itu belum memiliki nama yang pas, hingga para staf, guru, dan siswa mengikuti lomba yang diadakan kepala sekolah untuk pemberian nama pura. Dari sekian banyak nama maka nama Saraswati-lah yang paling banyak keluar oleh karena itu pura itu di beri nama pura Saraswati. Hal ini terkait dengan, Dewi Saraswati adalah seorang dewi ilmu pengetahuan atau sering juga di sebut Mother Of Sain. Dewi yang sangat cantik dan menarik begitupula ilmu pengetahuan tersebut sehinga membuat orang jatuh cinta karenanya dan berduyung-duyung untuk mempelajarinya. Dengan ilmu pengetahuan manusia dapat mengubah tingkah lakunya menjadi lebih baik, dan hal ini bertalian erat dengan lingkungan PGAHN Mataram.(I Ketut Sukasana).
Pada tahun 1993 jumlah siswa dari PGAHN Mataram kemudian mulai menyusut menjadi dan jumlah terakhirnya menjadi 2 orang, karena alih fungsinamun oleh para guru di usahakan agar lulus. Kemudian PGAHN Mataram di likuidasa atau dibubarkan. Para guru yang mengajar di PGAHN Mataram kemudian dipindahkan ke beberapa sekolah SMA di Mataram dan sebagian lagi pindah ke Bali. Karena PGAH telah dibubarkan maka, untuk memenuhi kebutuhan akan guru agama hindu di NTB atas permohonan STIKP agama hindu maka Dirjen Bimas Hindu-Budha. Departemen Agama mengijinkan untuk mempergunakan seluruh aset eks PGAHN Mataram diambil alih oleh sebuah lembaga baru bernama LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan), yang mana sebagai kepala sekolah adalah Bapak Drs. Anak Agung Raka sekaligus pengganti Bapak Gede Bajra Yasa B.A tahun 1994. LPTK pun tidak lama berada di masa kejayaannya dan kemudian bubar. Namun atas tuntutan masyarakat NTB maka tahun 1995 Dirjen Bimas Hindu-Budha mengijinkan Yayasan Dharma Laksana NTB untuk menggunakan seluruh aset esk LPTK Mataram sebagai kampus STAH Swasta Mataram yang di ketui oleh Bapak I Ketut Lagas (Alrm). (I Ketut Sukasana)
Pada tahun 1995 saat aset dikelola oleh Yayasan Dharma Laksana Mataram Bapak Drs. Saleh Harun selaku Kanwil (kantor wilayah) Depag Prop Ntb memerintahkan untuk mengosongkan asrama eks PGAHN Mataram yang pada saat itu digunakan sebagai perumahan para pegawai eks PGAHN Mataram untuk selanjutnya diserahkan kepada Yayasan Sejahtera dengan janji dapat dimanfaatkan bersama.
Setelah STAH Mataram Dinegerikan dengan SK Presiden RI No 27 th 2001 tanggal 21 februari 2001 dan diresmikan oleh Bapak Menteri Agama RI tanggal 21 Juli 2001 ternyata pihak Kanwil Depag NTB Yayasan Wisma Sejahtera belum bersedia melepaskan asrama eks PGAHN tersebut, walaupun pihak mahasiswa telah mendesak untuk memfungsikan kembali asrama tersebut sebagai asrama STAHN Mataram sehingga masalahnya diambil alih oleh pusat.
Berdasarkan SK Menteri Agama RI No. 204 tanggal 19 April 2002 semua asset eks PGAHN Mataram berupa tanah beserta bangunannya yang terdiri dari kampus, Aula, Rumah Dinas dan Asrama ditetapkan menhadi aset STAH Negeri Gde Pudja Mataram. Saat ini asrama telah difungsikan sebagai Asrama para mahasiswa dan juga untuk menampung tenaga dosen yang baru diangkat dan belum mempunyai tempat tinggal. Disamping itu rumah dinas yang sebelumnya difungsikan sebagai kantor terpaksa dirubuhkan karena pada lokasi dinas tersebut dibangun gedung tahap pertama melalui proyek peningkatan pendidikan Agama Hindu Mataram 2002. (pedoman pendidikan STAHN Gde Pudja Mataram, 2003:2)


KONSEP KETUHANAN

Agama Hindu sebagaimana juga agama yang lainnya adalah agama yang monotheis, yaitu agama yang percaya dengan satu Tuhan Sang Hyang Widhi. Demikian juga konsep Ketuhanan dalam Agama Hindupun menunjukkan ajaran yang monotheis, yaitu menganggap segala sesuatu itu berasal dari Tuhan dan dianggap sama dengan Tuhan.(Adiputra,1984: 85). Konsep kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tercantum dalam kitab Veda, yaitu kitab suci Hindu yang merupakan Sruti, yakni wahyu dari Tuhan. Karena Veda adalah kitab suci, maka Veda itulah merupakan sumber pokok ajaran agama Hindu. Sebagaimana tercantum dalam kitab Manavadharmasastra II.6. sebagai      berikut:

" Idanim dharma pramananyaha; Vedo' khilo dharmamulam Smrtisile ca tadvidam Acarascaiva     sadhunam Atmanastutireva ca".

Seluruh pustaka suci Veda adalah sumber pertama dari pada Dharma, kemudian adat istiadat, dan lalu tingkah laku yang terpuji dari orang-orang budiman yang mendalami ajaran pustaka suci Veda, juga tata cara perikehidupan orang-orang suci, akhirnya kepuasan dari pribadi.( Pudja, dan Sudharta,1996: 62).
http://sanggrahanusantara.blogspot.com/2009/05/konsepsi-ketuhanan-dalam-hinduisme-siva.html-minggu-07-10-2012-21:29
Salah satu yang menjadi pedoman umat hindu dalam hidupnya adalah Tri Hita Karana. Tri Hita Karana berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan “Karana” yang berarti penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan”.  Meskipun dalam weda Tri Hita Karana tidak disebutkan secara Spesifik. Tri hita karana popular dengan istilah Parhyangan, Pawongan dan Palemahan. Yaitu sebagai berikut
a. Parhyangan.
Merupakan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, dalam hal ini manusia diharapkan memiliki kedekatan bathin dengan Tuhan, setiap aktivitas didasari oleh semangat pengabdian pada Tuhan. Manusia menyadari jati dirinya sebagai atman atau mahluk spiritual yang harus selalu berhubungan dengan sumbernya yaitu Tuhan. 

b. Pawongan:
Ini merupakan konsep hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia, sebagai sesama ciptaan Tuhan yang memiliki hak dan kewajiban yang sama, dalam hubungan ini diharapkan akan muncul suatu ikatan persaudaraan antar sesama manusia yang bersifat universal bebas dari unsur SARA

c. Palemahan:
       Ini merupakan konsep hubungan manusia dengan alam, dimana dalam konsep ini manusia diharapkan memiliki tanggung jawab pada alam dalam mengelola alam tersebut. Manusia tidak hanya memanfaat alam tanpa memperhatikan kelestariannya. http://www.facebook.com/notes/hindu-bali/tri-hita-karana-merupakan-sebuah-konsep-untuk-menghasilkan-keharmonisan-yang-sem/10151051034177596-minggu-07-10-2012-21:29
Adapun Konsep Ketuhanan dalam Pura Saraswati adalah Pura Saraswati merupakan pura tempat untuk para mahasiwa STAHN Gde Pudja Mataram memohon doa restu agar selama mengikuti perkuliahan mendapat anugrah untuk dapat memahami setiap mata kuliah yang diajarkan oleh para dosen dan juga untuk memohon keselamatan. Konsep ketuhanan yang secara nyata dalam Pura Saraswati dapat di lihat dari bangunan yang pelinggih dan bangunan lainnya yang berada di area Pura Saraswati tersebut. Bangunan pura atau pelinngih itu antara lain :


                                   
Gambar diatas adalah bangunan padmasana yang ada di Pura Saraswati. Padmasana berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Padma yang artinya teratai dan Asana artinya sikap duduk atau tempat duduk. Jadi Padmasana berarti tempat duduk yang berbentuk teratai. Mengapa di pilih bunga teratai ini dikarenakan bunga teratai diibaratkan mampu hidup ditiga alam dimana akar dan pangkalnya didalam lumpur, batangnya berada di air dan bunganya di atas air. Dalam hindu Sang Hyang Widhi menguasai tiga alam atau Tri Bhuwana yaitu alam Bhur, Bwah, dan Swah.dan teratai identik dengan hal itu. Teratai melambangkan ketidakterikatan pada benda-benda material. Teratai sering dilukiskan memiliki kelopak delapan dan sari sebagai yang kesembilan hal ini melambangkan Dewata Nawa Sanga. Bedawang Nala yang di lilit oleh dua ekor naga, dalam mitologi hindu bedawang sama dengan penyu atau kura-kura yang kepalanya mengeluarkan api, yang di ikat oleh dua naga sakti jika penyu itu bergerak maka akan terjadi gempa. Dalam pengetahuan geologi bedawang nala disebut sebagai magma api yang ada di kerak bumi. Dua naga sakti itu adalah Naga Anantabhoga dan Naga Basuki. Naga Ananthabhoga sebagai simbol dari Pertiwi yaitu lapisan bumi, sedangkan Naga Basuki adalah simbol dari lapisan air yang menutupi kulit bumi ini yang berwujud gunung, sungai, dan lautan/samudra. Simbol Garuda dibelakan padmasana memiliki makna atau simbol manusia yang mencari pembebasan dari perbudakan benda-benda duniawi. Selain Garuda dibelakang padmasana juga terdapat Angsa yang mengepakkan sayapnya merupakan simbol manusia yang ingin kembali kepada Sang Hyang Widhi, yang juga disebutkan amoring acintiya. Naga Taksaka pada singgasana berbentuk kursi merupakan simbol dari lapisan terakhir dari bumi yang juga membungkus kulit bumi tetapi selalu bergerak yaitu udara yang mengambil tempat di angkasa atau melambangkan / atmosfier bumi. Dan lambang terakhir adalah lukisan Acintya pada padmasana, Acintya mempunyai arti tak terpikirkan. Dengan demikian Acintya adalah simbol bahwa Tuhan itu tak terpikirkan. Dalam kitab-kitab Upanisad menyatakan bahwa Tuhan itu sangat sulit diberikan batasan, sebab batasan cendrung mempersempit dari pengertian Tuhan Yang Maha Agung itu. “Neti-neti”, bukan itu, bukan ini? Demikian kitab-kitab Upanisad menyatakan. Padmasana pada hakekatnya adalah merupakan simbol dari bumi ini atau Bhuwana Agung (alam semesta) karena alam semestalah merupakan sthana Hyang Widhi di dunia ini. Untuk merealisasikannya maka diwujudkanlah dalam bentuk          Padmasan. (http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1244&Itemid=120-senin-08-10-2012-11:19

Gambar diatas adalah patung dari Dewi Saraswati. Dewi Saraswati adalah salah satu personifikasi aspek Tuhan Yang Maha Esa, dan dalam Hindu Dewi Saraswati merupakan simbolis dari ilmu pengetahuan. Saraswati berasal dari kata “saras” dan “wati”, saras berarti mata air dan wati berarti memiliki. Jadi Saraswati adalah sesuatu yang memiliki atau mempunyai sifat mengalirkan secara terus menerus air kehidupan dan ilmu pengetahuan. Gambaran umum dari Dewi Saraswati adalah seorang wanita cantik yang bertangan empat. Cantik sebenarnya mengandung simbol bahwa ilmu pengetahuan sangat menarik. Dalam Tri Murti, Sang Hyang Aji Saraswati adalah sakti dari Dewa Brahma. Beliau diwujudkan sebagai wanita cantik bertangan empat lengkap dengan atributnya dan masing-masing memiliki arti. Atributnya antara lain :
a.       Genitri melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak pernah berakhir sepanjang hidup dan tak akan pernah habis dipelajari.
b.      Cakepan/kitab adalah lambang sumber ilmu pengetahuan .
c.       Wina/alat musik adalah mencerminkan bahwa ilmu pengetahuan dapat mempengaruhi rasa estetika/keindahan dari manusia
d.      Teratai sebagai stana/linggih Hyang Widhi.
e.       Burung merak melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu agung dan berwibawa.
f.       Angsa adalah simbol dari kebijaksanaan untuk dapat membedakan antara yang baik dan buruk dan juga merupakan lambang dari ketiga dunia ini.
Jadi menurut saya sudah tepatlah kiranya di areal kampus STAHN Gde Pudja ini terutama dalam lingkungan puranya terdapat patung Dewi Saraswati sebagai simbol suci ilmu pengetahuan.
  
Gambar diatas adalah pelinggih yang disebut sebagai Pangrurah atau Pengrurah. Pangrurah terletak di sebelah selatan patung Dewi Saraswati, merupakan tempat istana Bhatara Kala “putra” Dewa Siwa yang menjadi pengatur kehidupan dan waktu yang melindungi manusia dalam melaksanakan kehidupannya di dunia. Dewa yang berstana disana adalah Ratu Gede Sedahan Pangrurah.
Gambar diatas menunjukkan sebuah batu yang disakralkan yang terdapat dalam areal “Utama Mandala” Pura Saraswati. Adapun keunikan dari batu ini adalah pada wal ditemukan oleh bapak penjaga kampus batu ini hanya berukuran sekepalan tangan. Dan seiring waktu berjalan terjadilah keanehan pada batu ini dimana batu ini semakin lama semakin bertambah besar seperti terlihat pada gambar. Karena dinilai batu itu memiliki vibrasi tertentu apalagi terletak di area pura maka bapak penjaga sekolah kemudian mempersembahkan atau dalam bahasa balinya “ngaturang banten” sebagai wujud rasa bhakti dan juga untuk menghargai sesama, meskipun sampai sekarang belum jelas dewa apa yang bersthana disana.

Gambar diatas merupakan Bale Pawedan atau juga Bale Peyadnyan karena selain tempat meletakkan banten juga merupakan tempat Ida Pandita mepuja.

Gambar diatas adalah Pelinggih Jro Gde yang merupakan “Penunggun Karang” kampus STAHN Gde Pudja Mataram.  Ada sebuah cerita dulu ada sebuah sumur yang dikatakan dihuni oleh makhluk halus. Kemudian sumur itu ditimbun untuk dijadikan penyedot WC. Akhirnya para makhluk halus itu berpindah ke sebelah selatan di pohon beringin yang besar dan rimbun itu. Dan kemudian banyak kejadian aneh yang terjadi menimpa para siswa dan guru yang mengajar di sana. Akhirnya diputuskan untuk membuatkan pelinggih sebagai pengancah atau pengiring Dewi Saraswati sekaligus merupakan “penunggun karang” di arel kampus.

Gambar diatas merupakan Candi Bentar dan pelinggih Apit Lawang. Candi Bentar memiliki bentuk belah dua yang berfungsi untuk pintu masuk ke halaman pertama dari pura. Untuk memasuki halaman kedua (jeroan pura) melalui candi kurung atau kori agung dengan berbagai macam bentuk variasi dan hiasannya. Pelinggih Apit Lawang ini berfungsi sebagai penjaga lingkungan Utamaning Mandala. Adapun yang melinggih di pelinggih Apit Lawang adalah Prekangge Ida Bhatara atau Pembantu Penjaga Ista Dewata Sang Hyang Widhi.

Gambar diatas adalah Bale Gong.  Adapun fungsi dari Bale Gong adalah untuk menyimpan Gong saat tidak digunakan dan tempat memainkan alat musik tradisional tersebut untuk mengiringi upacara keagamaan yang sedang berlangsung. Selain itu di Pura Saraswati, Bale Gong juga digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan rapat. Adapun betara yang bersthana di sini adalah Sang Hyang Gurnita.


Gambar diatas adalah Pewaregan. Pawaregan ini lebih sering digunakan sebagai dapur pada saat upacara keagamaan, dan digunakan untuk mengolah makanan yang akan digunakan untuk upakara dan biasa juga sebagai tempat “megibung” atau makan bersama dalam kelompok yang sudah mendarah-daging di daerah Lombok ini.


PUJAWALI di PURA SARASWATI

Pada jaman PGAHN Mataram dulu dalam pelaksanaan pujawali seluruh siswa berperan aktif dan sebagian besar dananya ditanggulangi pihak sekolah dengan mengambil sebagian dari SPP para siswa dan iuran para guru. Selain pujawali pelaksanaan persembahyangan purnama-tilem yang di koordinir oleh ketua OSIS beserta para guru terutama guru bidang studi acara, dan diisi dengan dharma wacana secara bergantian bagi siswa kelas 1 dan siswa kelas 2 dengan mendapat bimbingan dari kakak kelas mereka yaitu kelas 3. Pujawali pada Pura Saraswati tepatnya jatuh bersamaan dengan perayaan hari raya Saraswati yaitu pada hari Saniscara Umanis wuku Watugunung. Menjelang masa bubarnya PGAHN Mataram maka hal-hal yang berkaitan dengan pujawali di Pura Saraswati diambil oleh masyarakat Karang Medain, dan kemudian kembali lagi diambil alih oleh warga kampus setelah berdirinya STAH Swasta. Dan hingga sekarang setelah STAH di negerikan dengan nama STAHN Gde Pudja Mataram kegiatan keagamaan di Pura Saraswati di lakukan oleh seluruh civitas akademika.



Hal-Hal unik yang terdapat dalam Pura Saraswati
Adapun hal-hal unik yang terjadi di areal kampus STAHN Gde Pudja Mataram yaitu :
a.       Pada saat siswa PGAHN Mataram tinggal 2 orang guru yang mengajar pun hanya 2 orang saja. Sampai mereka lulus, dan upacara meski pernah diambil alih oleh masyarakan Karang Madain tetapi akhirnya tetap dikembalikan lagi ke pihak kampus.
b.      Kemunculan batu dalam areal “utama mandala” yang semakin lama semakin membesar membuat kita yakin bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini.
c.       Pada saat hari raya Saraswati tiba tidak hanya civitas akademika saja yang melakukan persembahyangn tapi juga dari berbagai sekolah se-kota Mataram.